![Dilema Kawula Muda Memilih Moda Transportasi1 Dilema Kawula Muda Memilih Moda Transportasi1](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgB7EWdQ39pwISFzTYwT5QQyYSeShGqW-fnMTQ-40SNz0ya1nWtFjc15RdVz9EdQPoOPzrO5R-guHBKJs16W35z92RJo8i7DO3_PvMUCK3xRwL7nEu2Qkv2aTz9ZTPvNomwsLFjbPw0NdI/s640/safety-berhape-ria.jpg) |
Anak Dibawah Umur Menggunakan Kendaraan Pribadi Ke Sekolah (Picture by 78deka.com) |
Kota
Bandung dikenal sebagai kota penuh kreatifitas kaum muda. Ide yang muncul
tersebut tersalurkan dalam berbagai komunitas yang besar dan variatif dengan
segala latar belakang sosial dan sektor, termasuk Transportasi.
Sayangnya,
dalam menjalani kreatifitas tersebut kaum muda masih mengandalkan moda
transportasi pribadi yang menyebabkan berbagai dampak. Betapa tidak, kemacetan
menjadi makanan sehari-hari penduduk Bandung mengawali rutinitas sehari-hari.
Polusi udara dan suara menjadi dampak terbesar akibat volume kendaraan yang tak
terbendung.
Terjadinya
kemacetan lalu lintas juga memperbesar emisi gas karbon monoksida (CO) karena
terjadi pembakaran yang tidak sempurna, hingga hampir 6 kali bila lalu lintas
tidak mengalami kemacetan.
Pencemaran
udara saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, dilansir dari Ujiemisi.co.id, menurunnya
kualitas Udara lebih dari 70 % disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan
bermotor. Emisi gas buang kendaraan yang melebihi ambang batas yang ditentukan
akan membahayakan kesehatan dan merusak lingkungan. Bayi, anak anak serta
kelompok sensitif lainnya merupakan kelompok yang rentan terhadap dampak dari
polusi udara.
Kaum
muda menjadi salah satu penyumbang masalah tersebut. Hasil pengamatan di
sekitar jalan besar Kota Bandung seperti Ir.Djuanda dan Cipaganti, jaket
almamater, putih abu-abu, hingga putih biru turut memadati jalanan dengan
masing-masing motornya.
Hal
tersebut menjadi dilema yang selalu dialami setiap kaum muda. Moda transportasi
umum yang tersedia seperti Bus dan Angkot dianggap tidak membantu mereka
mengejar waktu ke sekolah dan kampus. Perilaku instan seperti menggunakan
kendaraan pribadi menjadi pilihan terpaksa, walaupun akhir-akhir ini program
Bus Sekolah Gratis oleh Pemerintah Kota Bandung dilaksanakan sebagai solusi.
Namun,
tak semua kaum muda turut serta dalam perilaku instan ala masyarakat kota yang
tentu merusak dan mempengaruhi iklim bumi. Beberapa kaum muda memilih bersepeda
sebagai moda transportasi utama.
“Pakai
sepeda sih untuk jaga kondisi tubuh saja, kalau nggak bersepeda dulu tubuh
tidak lemas,” ujar Ray Daniel Sinyal, Mahasiswa Politeknik Manufaktur jurusan
Mekatron, saat ditemui di EAS Setiabudhi, Sabtu pagi (10/10).
![Dilema Kawula Muda Memilih Moda Transportasi2 Dilema Kawula Muda Memilih Moda Transportasi2](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbh9Crq-0TJBaRIP8B0i95wN1VmCjFGDRJH0lKpKTzApPxfRIJzKXmYDh9HCBCvWD-3vsBTBDAK8O0Z3hlgGxm-cAO8aDoTrfF_ujCyU3IIpDnUz_OEBdgyoQapylhNn2avyt01Aj3MP4/s640/12017533_1277408522286462_6305929411326444504_o.jpg) |
Kaum Muda Menjadikan Bersepeda Sebagai Gaya Hidup Disamping Penggunaanya dalam Moda Transportasi Utama Sehari-Hari (Picture by Aki Niaki) |
Di
tempat yang sama, Chairil Imam mengungkapkan pilihannya bersepeda ke sekolah
karena umur yang belum cukup untuk mengendarai kendaraan dan jarak sekolah yang
dekat dari rumah.
“Kebetulan
jarak cuma 3 km pakai sepeda saja, nggak ikut-ikut temen pakai motor ke sekolah
tapi belum punya SIM,” ujar siswa kelas 3 SMPN 25 Bandung ini.
Selain
itu, Ray menyayangkan minimnya wadah dan acara untuk kaum muda dalam menyalurkan
hobinya dalam bersepeda dan berorganisasi layaknya di universitas dan sekolah.
“Komunitas
pesepeda yang mewadahi mahasiswa dan siswa sekolah juga kurang, di Bandung aja
Cuma beberapa saja yang aktif,” Ujarnya.
Kalangan
muda saat ini terkadang dikekang oleh rasa gengsi dalam menggunakan sepeda
sebagai moda transportasi sehari-hari. Apalagi bersepeda dianggap sebagai
aktivitas para atlet yang melelahkan, dan tidak fleksibel.
“Aku
nggak gengsi pakai sepeda ke sekolah. Apalagi banyak temen-temen yang nanyain
pengen gabung kegiatan sepeda di Bandung. Daripada melanggar aturan, orang
tua dan kakak juga ngebolehin aku
pake motor karena masih SMP,” ujarnya.
Seribu
alasan juga selalu didapat para kaum muda saat mengajak teman sekolah, kampus,
atau main untuk bersepeda.
“Kesulitannya
sih dalam mengajak yang baru ini karena banyak alasan, kayak males nanjak lah, sama
pengen gowes di kota yang datar-datar. Padahal jalan-jalan di Bandung kan
nanjak-nanjak,” ujar Suci Fitriana Bangun, Mahasiswi Universitas Pasundan
jurusan Teknik Lingkungan.
Menurut
Suci, dalam menyebarkan “virus” bersepeda sebagai gaya hidup masyarakat
perkotaan mesti diberikan semacam stimulus lebih untuk memotivasi para orang
awam untuk mengenalkan sepeda sebagai solusi permasalahan klasik seperti
kemacetan dan polusi udara.
“Kegiatan
bersepeda harus ada stimulus untuk goweser baru seperti doorprize, makan
gratis, apapun yang membuat dia pengin balik lagi,” ungkap Suci.
Mengajak
masyarakat untuk merubah perilaku instan tersebut menjadi tantangan besar.
Dengan mengampanyekan perubahan perilaku dalam memilih moda transportasi
alternatif seperti bersepeda. Kaum muda (yang masih segar pikirannya)
diharapkan menjadi agent of change yang
dapat mengubah kebiasaan buruk untuk mengembalikan kearifan lokal yang ramah
lingkungan.
M Agia Nur Pratama
#IndonesiaYouthTeam #IYTCC #COP21 #Journalist #FreedomWeek2015